Mahkatop – Empat karyawan Bank Mestika Medan dihadirkan sebagai saksi pada persidangan perkara dugaan pemalsuan tandatangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/9/2024).
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Nazir, keempat saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan keterangan seputar pembukaan rekening. Adapun saksi-saksi tersebut adalah Lely, Fenly, Defia dan Johan.
Dalam keterangannya, salah seorang saksi bernama Defia mengaku bahwa pada saat CV Pelita Indah mengajukan kredit ke Bank Mestika di tahun 2019, saksi korban Hok Kim mengetahui dan hadir dipertemuan itu.
“Pada saat dibacakan pengajuannya, Hok Kim ada dan mendengarkan langsung. Setelah dibacakan permohonan pengajuan kredit itu, dia langsung meneken berkas serta membuat stempel jempol jari tangannya,” ucap saksi kepada majelis hakim
Lantas atas jawaban saksi, Gloria Tamba selaku Penasihat Hukum (PH) Yansen dan Meliana mengatakan bahwa hal ini membantah keterangan Hok Kim di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Mabes Polri yang mengaku tidak mengetahui adanya permohonan kredit yang ajukan tersebut.
Keempat saksi tersebut juga tidak pernah tahu soal adanya tudingan kerugian sebesar Rp 583 miliar yang dialami Hok Kim sebagaimana isi dalam surat dakwaan JPU.
“Apakah para saksi tahu, atau ada yang bisa jawab, soal kerugian yang dituduhkan kepada terdakwa senilai Rp 583 miliar?,” tanya Gloria lagi. “Tidak tahu kalo soal itu kami,” ucap saksi Johan selaku Kepala Divisi Operasional di Bank Mestika.
Sebelumnya, A.M Adriansyah, rekan Gloria Tamba dari kantor hukum Hetty dan Rekan menegaskan bahwa sebenarnya pemilik CV Pelita Indah itu adalah Yansen dan Meliana, bukan milik Hok Kim.
“Apa yang telah disampaikan Jaksa dalam surat dakwaan menurut fakta yang kami ketahui bahwa itu tidak benar sama sekali. Klien kami sama sekali tidak merugikan apa yang dituduhkan oleh pelapor, yaitu Tuan Hok Kim. Klien kami senyatanya adalah pemilik dari CV Pelita Indah,” tegas Andriansyah kepada wartawan.
“Jadi, bukan sebagaimana yang dituduhkan seolah-olah bahwa kami adalah yang melakukan suatu tidak pidana. Mana mungkin pemilik itu menggelapkan uangnya sendiri ataupun melakukan pemalsuan untuk mengambil uang-uang yang sebagaimana dituduhkan oleh Jaksa,” lanjut advokat asal Kota Jakarta itu.
Menurut Adrian, kliennya bebas memanfaatkan rekening yang katanya dalam proses pembuatan rekening tersebut ada indikasi pemalsuan tanda tangan surat.
“Jadi, dari posisi klien kami ini hanya ingin memanfaatkan rekening-rekening tersebut untuk usaha. Jadi tidak benar bahwasanya kita yang dianggap memalsukan surat-surat dalam rekening itu, itukan memang punya klien kami dan sangat pantas dia mau menggunakan rekening itu untuk apa sajakan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Adrian pun menjelaskan bahwa antara kliennya dengan pelapor sudah beberapa kali saling melapor terkait dugaan perbuatan tindak pidana.
“Ini memang sudah terjadi beberapa kali saling melapor antara klien kami dengan pelapor (Hok Kim) ini. Jadi, kalaupun anggapan Jaksa bahwasanya kita dituduhkan melakukan pemalsuan itu tidak benar,” katanya.
Dijelaskannya, kliennya tersebut dengan Hok Kim merupakan saudara, yaitu Meliana dengan Hok Kim adalah sepupuan. Atas dasar itulah, lanjut Adrian, Hok Kim pun diberikan pekerjaan oleh kliennya.
“Kapasitas klien kami, itu adalah sebagai komanditer pasif atau bahasanya komisarislah, komisaris versi CV. Hok Kim ini kebetulan adalah sepupu dari istrinya Pak Yansen. Jadi karena beliau adalah sepupu, maka diajaklah kerja, beliau ditempatkanlah usahanya di Kota Sampit sana dan sebagai komanditer aktif atau direktur versi CV,” paparnya.
Kemudian, dikatakan Adrian, ketika adanya dugaan kuat Hok Kim melakukan tindak pidana dan meminta untuk mempertanggungjawabkan uang perusahaan CV Pelita Indah, kliennya pun membuat laporan ke polisi.
“Namun, malahan Hok Kim ini menyerang balik dan mengaku-ngaku bahwa seolah-olah dia pemilik (perusahaan). Jadi, Hok Kim ini sudah sering kali kami ketahui dari klien bahwa bukan hanya usaha ini saja kiranya diduga kuat bahwa Hok Kim sudah melakukan pengambilan uang tanpa izin ataupun penggelapanlah,” terangnya. (BR)